Selasa, 21 Oktober 2008

ISLAM SEBAGAI PILIHAN HIDUP

Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada pilihan orang tua yang sudah masuk Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi – asal tradisi yang baik – juga baik, namun karena Allah sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka akan lebih baik jika potensi tersebut disyukuri dengan cara memaksimalkan penggunaannya sesuai keinginan Sang Maha Pemberi dan Pengatur, yakni Allah SWT.

Pada bab ini akan dipaparkan mengapa Islam harus dijadikan sebagai pilihan hidup. Namun untuk lebih menyegarkan kembali pemahaman kita tentang Islam, maka akan sedikit dibahas tentang makna Islam.

Secara bahasa, Islam berasal dari kata silmun atau salamun yang berarti selamat (as-salam), damai dan tentram (al-shulhu wa al-aman), berserah diri (al-istislam), tunduk (al-khudlu/al-idzan), patuh (al-tha’ah). Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya kepada Allah SWT. Sedangkan Islam menurut istilah adalah Din atau agama yang bersumber dari Allah dibawa melalui para Rosul-Nya, sejak nabi pertama (Nabi Adam) hingga nabi terakhir (Nabi Muhammad) untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat

Namun karena agama-agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia sehingga tidak orisinil lagi, maka istilah “Islam” hanya ditujukan kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yakni sesuatu yang diturunkan Allah SWT didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih berupa aturan yang berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat kelak (lihat : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm. 278).

Bagi orang yang beriman dan berakal (berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah sampai menegaskan : “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S Ali Imran (3) : 19). Diantara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai “din” (agama yang benar) di sisi Allah sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah sebagai berikut :

1. Islam adalah ajaran rabbaniyah (ketuhanan)
2. Islam adalah ajaran insaniayah (kemanusiaan)


Rabbaniyah

Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulillah SAW dirancang oleh Allah untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya kemaslahatan hidup mereka di dunia maupun di akhirat. Tetapi mustahil hal ini dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah berfirman : “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan-mu, maka pasti kami akan menemui-Nya” (Q.S Al-Insyiqaq (84) : 6).

Untuk menuju kepada Allah SWT maka manhaj (metode) yang digunakan haruslah manhaj Rabbani (metode ketuhanan) yang murni bersumber dari Allah yang dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Murni yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan percampur adukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni murni sumbernya, murni aqidah-nya (theologi), dan murni syariat-nya (hukum-hukumnya). Allah sendiri menjamin kemurnian sumber ajarannya, seperti yang tertuang dalam firman-Nya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Dziki( yakni Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya” (Q.S Al Hijr (15) : 19).

Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah yang masih terpelihara dari perubahan akibat “ulah jahil” manusia. Kesucian Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah. Siapapun - termasuk Nabi sekalipun - tidak mempunyai wewenang dan kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani memalsukan Al-Qur’an, seperti dalam firman-Nya :”Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya”(Q.S Al-Haqqah (69) : 43-46).


Insaniyah

Jika kita merenungkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesimpulan bahwa Al-Qur’an itu memang diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali dengan berbagai istilah seperti : al-Insan sebanyak 63 kali, al-Nas sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali dan basyar sebanyak 25 kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S Al-‘Alaq (96) : 1-5) kata al-Insan disebut 2 kali.

Selain itu, sosok nabi yang dikirimkan Allah sebagai teladan dan pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia juga. Perjalanan hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah umat manusia, yang menunjukan keberadaannya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat unsur kemanusiaan Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah SWT : “Katakanlah : “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa …” (Q.S Al Kahfi (18) : 110).

Karena Nabi Muhammad SAW juga manusia biasa, maka pantaslah beliau menjadi teladan bagi semua manusia (Q.S Al Ahzab (33) : 21).

Hal yang lain adalah rangkaian ibadah mahdhah (ibadah yang tata aturannya sudah ditetapkan sedemikian rupa) yang seakan-akan hanya berhubungan langsung dengan Tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita lihat pada kewajiban shalat yang dikaitkan dengan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar (lihat Q.S Al-Ankabut (29) : 45), atau kecelakaan bagi orang yang shalat tetapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan memberikan bantuan (lihat Q.S A Ma’un (107) : 4-7). Demikian pula kewajiban menunaikan zakat/shadaqah yang disamping bertujuan untuk penyucian jiwa dan harta juga sekaligus untuk menggembirakan orang lain dengan membebaskan /meringankan penderitaan orang lain dari himpitan kefakiran. Ibadah puasa dan haji pun disamping berdimensi ketuhanan (rabbaniyah) juga sekaligus berdimensi kemanusiaan (insaniyah).

Ini menunjukan bahwa Islam yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya pun disesuaikan dengan fitrah (kodrat dasar) dan kemampuan manusia. Karena Allah Maha Pencipta dan Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga din al-Islam sebagai syariat/aturan Allah untuk manusia disesuaikan dengan keadaan hamba-Nya, seperti dalam firman Allah : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S Al Baqarah (2) : 286).

Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah, seperti firman Allah SWT : “….dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (tidak menikah)” (Q.S Al Hadid (57) : 27) dan bukan pula untuk diumbar secara bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan syar’i (ketentuan islam), dan bukan sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.

Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia menyenangi pada perhiasan dan membolehkan untuk dimanfaatkan selama proporsional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (lihat Q.S Al-A’raf (7) : 31-32).

Hak Asasi Manusia (HAM)

Sebelum dunia mengenal adanya Hak Asasi Manusia, 14 abad yang silam, Islam datang dengan mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga, sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga inti Piagam Madinah). Diantara hak tersebut antara lain :

*Hak hidup manusia


Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT dimana tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh merampas hak hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah melarang membunuh anak wanita karena malu (lihat Q.S At-Takwir (81) : 8-9) dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S Al Isra’ (17) : 31)

Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun ia dari hasil hubungan perbuatan yang haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia, Islam mensyariatkan hukum qishash bagi orang yang membunuh secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Firman Allah : “Dan dalam qishash itu ada jaminan (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Q.S Al Baqarah (2) : 179).

Disini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah (karena membunuh) agar orang banyak bisa merasa lebih aman karena terlindungi hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak gampang merampas hak hidup orang lain.

Penghormatan terhadap hak hidup setiap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dengan firman-Nya : “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” Q.S Al-Maidah (5) : 32).

*Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya


Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya din yang paling benar dan diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam tidak boleh dengan pemaksaan, seperti firman Allah SWT : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…”(Q.S Al-Baqarah (2) : 256). Oleh karenanya, keyakinan pada suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaannya kembali harus berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun, seperti firman Allah : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” (Q.S Al-Kafirun (109) : 6). Bahkan jika umat Islam mayoritas dan berkuasa di suatu wilayah maka mereka diwajibkan memberikan perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT : “…Dan sekiranya Allah tidak mencegah sebagian manusia kepada sebagian lainnya, maka runtuhlah biara-biara, gereja-gereja, sinagong-sinagong dan tempat peribadatan lainnya yang di dalamnya banyak disebutkan nama Allah…” (Q.S Al-Hajj (22) : 40).

Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM). Inti Piagam Madinah tersebut adalah bahwa masing-masing merdeka mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, dan wajib saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.

* Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan


Islam mengharamkan menginjak-injak kehormatan manusia sebagaimana mengharamkan darah dan harta bendanya. Kata Nabi SAW :”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian, darah, kehormatan dan harta kalian” (HR. Bukhari Muslim).
Untuk itu, manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun non fisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya, mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah (menggunjing/gosip) dan semacamnya (Q.S Al-Hujurat (49) : 11-12).

* Hak hidup berkecukupan

Di dalam ajaran Islam, jika ada orang yang pendapatannya tidak memadai, maka kerabat-kerabatnyalah yang berkecukupan yang paling berkewajiban membantunya. Allah berfirman : “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah” (Q.S Al-Anfal (7) : 75).

Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambilkan dari zakat kaum muslimin yang lain, sampai tercukupinya kebutuhan hidupnya. Kata sahabat Umar r.a : “Jika Anda memberi, maka cukupkanlah


Syumul

Islam itu universal (syumul) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi manusia.

Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam a.s sampai nabi terakhir yakni Nabi Muhammad SAW, yang misinya adalah menyerukan kepada tauhidullah (menyembah/mengabdi kepada Allah) dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu” (Q.S An-Nahl (13) : 36).

Demikian juga firman Allah : “Dan Kami tidak mengutus rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (Q.S Al-Anbiya (21) :25).

Pernyataan para Nabi bahwa mereka semua muslim bisa dilihat antara lain dalam Q.S Yunus (10) : 72, Q.S Al-Baqarah (2) : 128 dan 132, Q.S Yusuf (12) : 101, Q.S Al-A’raf (7) : 126, Q.S An-Naml (16) : 31, Q.S Ali Imran (3) : 52, dan lain sebagainya.

Islam adalah risalah bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Firman Allah SWT : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Katakanlah : “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah : “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka tidakkah kamu berserah diri (kepada-Nya)” (Q.S Al-Anbiya (21) : 107-108).

Demikian juga firman Allah SWT : “Katakanlah : “Hai manusia sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah kepadamu semua” (Q.S Al-A’raf (7) : 128).

Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan …” (Q.S Saba’ (34) : 28). Bahkan dalam Q.S Al-Furqan (25) : 1 dan Q.S Shad (38) : 87 dikatakan bahwa Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta.

Islam adalah agama dalam seluruh fase dan sektor kehidupan. Islam mengatur seluruh fase kehidupan manusia dari semenjak sebelum dia belum lahir, masa bayi, kanak-kanak, remaja, tua, bahkan sampai setelah dia meninggal dunia. Tidak ada jenjang kehidupan yang berlalu begitu saja, kecuali Islam mempunyai bimbingan, arahan dan ketentuan di dalamnya. Demikian pula Islam merupakan risalah bagi manusia pada seluruh sektor kehidupan dan segala aktifitas kemanusiaannya, baik yang bersifat material ataupun spiritual, individu ataupun sosial, dan gagasan ataupun operasional. Islam menolak pemisahan kehidupan menjadi dua bagian (dikotomi). Konsep dikotomi ini awalnya berasal dari tokoh-tokoh Nasrani yang menyandarkan statemennya kepada Injil mereka, “Berikanlah apa yang menjadi hak milik kaisar kepada kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak milik Allah kepada Allah”. Penolakan Islam terhadap pemisahan ini didasarkan pada argumentasi bahwa Islam menjadikan seluruh alam semesta beserta isinya adalah mutlak milik Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi …” (Q.S Yunus (10) : 66). Dan juga : “…padahal kepada-Nya lah berserah diri segala apa yang ada dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan” (Q.S Ali Imran (3) : 83).

Oleh karenanya, Islam tidak memisahkan persoalan politik, negara, ekonomi dengan sistem akhlak Islam.

Oleh karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, diturunkan untuk seluruh manusia dalam rentang waktu dan tempat (lihat Q.S Al-Anbiya (21) : 107, maka Islam secara otomatis mencakup segala aspek/bidang kehidupan, kapan pun dan di manapun. Tidak ada aspek kehidupan yang dilupakan dalam Islam. Firman Allah : “…Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab…” (Q.S Al-An’am (6) : 38).

Di sini akan dijelaskan secara singkat tentang universalitas aspek ajaran Islam :

  • Syumuliyah (universalitas) Aqidah Islam

1. Aqidah (Islamic theology) Islam bersifat universal karena mampu menjelaskan secara tuntas dan utuh terhadap seluruh masalah besar dalam persoalan kehidupan manusia, seperti masalah uluhiyah (ketuhanan), alam semesta, manusia, nubuwwah (kenabian) dan tempat kembali (akhirat).
2. Aqidah Islam bersifat universal karena tidak pernah membagi manusia di antara dua tuhan, yakni : Tuhan kebaikan dan cahaya, dengan Tuhan kejahatan dan kegelapan seperti dalam agama Majusi. Atau tidak membagi manusia diantara Allah dan setan yang dalam Injil dikenal dengan istilah “Pemimpin Alam” dan “Tuhan Kehidupan” dimana setan mempunyai kerajaan dunia sedang Allah mempunyai kerajaan langit. Dalam Islam, setan tidak mempunyai kuasa terhadap manusia kecuali kekuatan menggoda, merayu dan menyeru kepada kejahatan dan kesesatan. Pengakuan syaitan sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an : “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” (Q.S Ibrahim (14) : 22). “Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersatukannya dengan Allah.” (Q.S An-Nahl (16) : 99-100).
3. Aqidah Islam bersifat universal karena ia tidak hanya disandarkan pada instink atau perasaan semata sebagaimana filsafat-filsafat ketimuran dan aliran-aliran thasawuf (Islamic mysticism) atau pada rasio akal (akal pikiran) semata sebagaimana filsafat-filsafat kemanusiaan yang menjadikan akal pikiran sebagai satu-satunya media untuk mengenal Allah atau media untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan, tetapi aqidah Islam disandarkan pada akal dan hati nurani secara bersamaan.
4. Aqidah Islam bersifat universal karena merupakan aqidah yang utuh, tidak mengenal pemilahan-pemilahan. Seseorang baru dikatakan seorang mu’min (orang yang beriman) bila ia mengimani Allah dan segala aspek yang datang dari-Nya. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (Q.S An-Nisa’ (4) : 150-151). Dan : “…Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat…” (Q.S Al Baqarah (2) : 85).

  • Syumuliyah (universalitas) Syari’at Islam

Syari’at Islam mencakup tata aturan bagi individu, keluarga, sosial kemasyarakatan, negara dan hubungan internasional.

Ibadah Islam dalam arti luas mencakup seluruh aspek keberadaan manusia. Seorang muslim tidak beribadah kepada Allah hanya dengan lisannya saja, atau anggota badannya saja, atau hatinya saja tanpa mengikutsertakan akal dan inderanya. Tetapi ia beribadat dengan semuanya ini. Dengan hatinya ia berharap dan takut, dengan lisannya dia berdzikir dan berdoa, dengan badannya ia shalat, puasa dan berjihad, dengan akalnya ia berfikir dan merenung, dan dengan inderanya ia pergunakan sesuai dengan kehendak Allah.

  • Syumuliyah (universalitas) Akhlak Islam
Akhlak Islam (Islamic etnic) menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia tanpa kecuali, baik itu yang bersifat rohani maupun jasmani, intelektual atau instink, individual atau sosial, dan lain-lain.

Cakupan pembahasan akhlak Islam bisa dilihat sebagai berikut :

1. Yang berkenaan dengan individu dalam semua seginya, seperti : kebutuhan jasmani dan keterbatasannya (Q.S Al-A’raf (7) : 31), potensi akal untuk menalar kejadian sekitarnya (Q.S Yunus (10) : 101), jiwa yang mempunyai potensi suci dan kotor (Q.S Asy-Syams (91) : 9-10).
2. Akhlak Islam yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti : hubungan antara suami-istri (Q.S An-Nisa’ (4) : 19), hubungan dan tanggung jawab antara orang tua (Q.S Al-Israa’ (17) : 31) dan anak (Q.S Al-Ahqaaf (46) : 15), hubungan antar kerabat (Q.S An-Nahl (16) : 90 dan Q.S Al-Israa’ (17) : 26).
3. Yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan, seperti : adab bertamu (Q.S An-Nur (24) : 27) dan menerima tamu (HR. Bukhari Muslim), etika melakukan transaksi jual-beli (Q.S Al-Muthaffi (83) : 1-3) atau utang-piutang (Q.S Al-Baqarah (2) : 282), politik dan pemerintahan (Q.S An-Nisa’ (4) : 58).
4. Yang berkaitan dengan akhlak terhadap makhluk Allah yang lain, seperti akhlak terhadap hewan (Q.S Al-An’am (6) : 38), tumbuhan dan lingkungan lainnya (Q.S Ar-Rum (30) : 41).



Wasthiyyah dan tawazun

Yang dimaksud dengan moderat atau seimbang di sini adalah keseimbangan antara dua hal yang saling berhadapan, dimana salah satu dari keduanya tidak bisa berpengaruh dengan sendirinya dengan mengabaikan yang lain. Contoh dua hal yang saling berhadapan adalah antara : ruhiyyah (spiritualisme) dengan maddiyah (materialisme), fardiyyah (individu) dengan jama’iyyah (kolektif), waqi’iyah (kontektual) dengan tathawwur (perubahan).

Penciptaan alam semesta beserta isinya adalah fenomena tawazun. Allah berfirman : “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran” (Q.S Al Qomar (54) : 49). “dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Q.S Al-Furqan (25) : 2). “Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Allah yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S Al-mulk (67) : 3).

Al-Wasthiyyah dalam ajaran Islam. Dalam hal keyakinan Islam, adalah agama yang bukan dianut oleh kaum khurafat (berlebih-lebihan dalam keyakinan dan ibadah sehingga mempercayai sesuatu tanpa dalil), dan bukan oleh kaum maddiyyin (yang mengingkari segala sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh indera), tetapi Islam mengajak berkeyakinan apabila keyakinan itu memiliki dalil yang pasti dan kuat (lihat Q.S Al-baqarah (2) : 111). Islam bukan dianut oleh kaum atheis (menafikkan Tuhan) dan bukan oleh kaum polytheis (meyakini banyak Tuhan), tetapi Islam mengajak beriman pada Tuhan Yang Satu (Esa), Yang Maha Agung, Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Dalam ibadat dan syari’at, Islam bukanlah agama yang hanya mementingkan sisi ibadat ritual dan menjauhi hal-hal yang bersifat kebutuhan manusiawi duniawi. Contoh yang sangat jelas terdapat dalam Q.S Al-Jumu’ah (62) : 9-10 : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Dalam sistem akhlak, Islam bukanlah agama yang menganggap manusia seperti malaikat, yang kemudian membuat aturan yang mustahil dapat dikerjakan oleh manusia, dan bukan pula menyamakan manusia dengan binatang yang kemudian membuat aturan tanpa aturan (bebas). Tetapi Islam memandang manusia sebagai makhluk yang berakal yang memiliki potensi kebinatangan (nafsu syahwat dan instink) dan potensi kemalaikatan (spiritualitas ruhani). Allah berfirman :”..dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) ke-fasikan-an (kerusakan) dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang mengotorinya.” (Q.S Asy-Syams (91) : 7-10)

Senin, 13 Oktober 2008

AL QURAN DAN IPTEK


Sebagian orang yang rendah pengetahuan ke–Islamannya beranggapan bahwa Al Quran adalah sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikorelasikan dengan IPTEK saat ini.

Al Qur’an menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu di dalamnya. Apalagi untuk dapat menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense.

Anggapan-anggapan di atas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka Al Quran dan manganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karena itu, anggapan tersebut sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat Al Quran itu sendiri.

Bukti-bukti dibawah ini menunjukkan yang sebaliknya:
  • Bahwa wahyu yang pertama diturunkan Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca atau belajar (Q.S 96 : 1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau dzikrullah. Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan itu.
  • Bahwa Allah SWT mengangkat manusia (adam AS) sebagai khalifahnya di muka bumi dan bukan para malaikat-Nya sebab adanya ilmu pengetahuan (Q.S 2 31-32). Dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu, Allah SWT memuliakan Adam AS sehingga memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam As.
  • Manusia memiliki derajat paling tinggi di sisi Allah SWT adalah manusia yang memiliki iman dan ilmu (Q.S 58 : 11). Mengapa? Karena iman membawa manusia kepada ketinggian di akhirat (fi akhirati khasanah), dan ilmu membawa manusia kepada ketinggian di dunia (fid dunya khasanah).
  • Syarat manusia berhak diangkat menjadi pemimpin dalam Islam ada dua hal, yaitu : ilmu yang tinggi dan fisik yang sehat (Q.S 2 : 247). Ini menunjukkan betapa tinggi penghargaan Islam kepada nilai-nilai ilmu dan nilai-nilai kesehatan.
  • Bahkan Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan tanpa memililiki ilmunya (Q.S 17 :36). Artinya, bahwa Islam sangat mengahragai spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menjadi seseorang yang profesional sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing (menjadi expert dalam bidangnya).

Kemunduran Umat Islam

Sejarah menunjukkan bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka mamimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai dalam disiplin ilmunya masing-masing sehingga Barat pun belajar dari mereka. Baru di masa kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya, tergiur dengan kenikmatan duniawi, dan berpaling ke Barat, Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka.

Sungguh Rasullah SAW telah memperingatkan umatnya akan hal ini, sebagaimana hadistnya :
"Kelak akan datang suatu masa dimana kalian akan menjadikan seperti makanan di atas piring yang dihadapi oleh orang-orangyang kelaparan. Maka para sahabat bertanya, "Apakah karena jumlah kita sedikit saat itu, ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW, "Bahkan jumlah kalian sangat banyak. Tetapi kalian terkena penyakit "wahn"! Tanya para sahabat, "Apa itu "wahn" ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW, "Kalian cinta dunia dan takut mati".


Sistem Penurunan Ilmu
Adapun sistem penurunan ilmu dari Allah SWT kepada manusia secara ringkas dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:




Sumber-sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Setelah kita mengetahui betapa tingginya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islam pun mengatur dan menggariskan kepada umatnya agar mereka menjadi umat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan segala hal), agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber-sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut:

Al Quran dan as Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan hama-Nya untuk menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasan-Nya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun. Kewajiban mengambil ilmu dari keduanya disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (Q.S 12:1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (Q.S 33:21)

Alam Semesta
  • Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semester (Q.S 3:190-192), dan mengambil berbagai hukum serta mamanfaatkan darinya. beberapa ayat-ayat yang telah dibuktikan oleh pengatehuan modern, seperti:
  • Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut atau nebula (Q>S 41:11)
  • Ayat tentang urutan penciptaan (Q.S 79:28-31): Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan). Adanya sumber cahaya akibat medan magnetic yang mengahasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).
  • Ayat bahwa bintang-bintang merupakan sumber panas yang tinggi (Q.S 86:3), matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000derajat Celcius.
  • Ayat tentang ekspansi kosmos (Q.S 51:47)
  • Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama’ad dunya) (Q.S 37:6)
  • Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya (nur kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (Q.S 71:16)
  • Ayat tentang gaya tarik antar planet (Q.S 27:88)
  • Ayat bahwa matahari dan bulan memilki waktu orbit yang berbeda(Q.S 55:5) dan garis edar sendiri-sendiri yang tetap (Q.S 36:40)
  • Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwari) dan melakukan rotasi (Q.S 39:5)
  • Ayat tentang tekanan udara rendah di angkasa (Q.S 6:125)
  • Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa (in bedakan dengan lau) dengan ilmu pengetahuan (sulthan) (Q.S 55:33)
  • Ayat tentang jenis-jenis awan, proses penciptaan es dan salju (Q.S 24:43)
  • Ayat tentang awal kehidupan dari air (Q.S 21:30)
  • Ayat tentang angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (Q.S 15:22)
  • Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (Q.S 13:3)
  • Ayat tentang proses Air Susu Ibu (ASI) (farst), lalu diserap oleh darah (dam), lalu ke kelenjar air susu (Q.S 16:66). perlu dicatat bahwa sistem peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya Muhammad SAW.
  • Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran (Q.S 76:2). Mani merupakan campuran dari 4 tahapan testyicules (membuat spermatozoid), vescules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate (pemberi warna dan bau), cooper dan mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir)
  • Ayat bahwa zygote dikokohkan tempatnya dalam rahim (Q.S 22:5) dengan tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel pada rahim.
  • Ayat tentang penciptaan manusia melalui mani (nutfah) zygote yang melekat (‘alaqah) segumpal daging : embrio (mudghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘idhama) tulang tersebut dibalut otot dari daging (lahma) (Q.S 23:14)

Diri Manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaan, baik secara fisiologis:fisik (Q.S 86:5) maupun psikologis jiwa manusia tersebut (Q.S 91:7-10)


Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar-lembar sejarah (Q.S 12:111) jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya, dan masih ragu akan datangnya hari Pembalasan, maka perhatikan kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.


Pembagian Ilmu yang Wajib Dipelajari
Islam membagi ilmu yang wajib dipelajari ke dalam dua kelompok, yaitu:
  • Fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim tanpa kecuali, diantaranya : akidah, ibadah, tazkiyyahnafs, akhlak dan lain-lain. Jika seorang muslim tidak mengetahui dan mempelajarinya, maka ia akan merugi. kenapa? Hal ini dikarenakan ilmu ini harus dimiliki oleh setiap orang agar kehidupan pribadinya selamat di dunia dan di akhirat, dan agar kehidupan bermasyarakat pun terjadimenjadi terjaga dan berjalan dengan baik.
  • Fardhu Kifayah, yaitu ilmu yang hukum wajibnya menjadi gugur jika sudah ada sebagian kelompok umat Islam yang telah mempelajarinya. Dalam hal ini adalah ilmu-ilmu yang bersifat keduniawian, misal : kedokteran, ilmu tanah, teknik bangunan, dan lain sebagainya.

Bukti lain yang menunjukkan bahwa Islam concern dengan IPTEK
  • Ayat tentang penciptaan kedua mata dan lisan (minggu ke-4) sebelum penciptaan kedua bibir (minggu ke-5) (Q.S 90:8-9). Ayat tersebut mempunyai arti: "Bukankah Kami telah jadikan baginya dua mata. Dan satu lisan dan dua bibir"
  • Ayat tentang janin mengalami tiga kegelapan (Q.S 39:6), yang artinya: ".... Ia jadikan kamu dalam perut ibu-ibumu satu kejadian, sesudah satu kejadian satu dalam kegelapan yang tiga... ". Tiga kegelapan disini yaitu kegelapan amniusi (amnion) yaitu cairan yang melingkupi janin, kegelapan Koryon (chorion) dan kegelapan decidue. Sedangkan menurut para ahli,yaitu kegelapan amniosi yang menyelimuti janin, kegelapan dinding rahim dan kegelapan dinding perut.
  • Ayat yang menerangkan bahwa rahim adalah tempat yang kokoh lagi aman dan mengamankan bagi perkembangan janin dan memberikan proteksi terhadap janin dari berbagai hal yang mungkin terjadi. Dalam Al Qur'an disebutkan : "Bukankah Kami telah jadikan kamu dari air yang hina. Yaitu Kami taruh ditempat ketetapan yang teguh. Hingga satu masa yamh ma'lum? Lantas Kami tentukan (bentuknya), karena (kamilah) sebaik-baik pembentuk"(Q.S 77:21-23)
  • Ayat tentang fungsi gunung yang menahan goncangan (Q.S 16:15, 21:31). Dalam (Q.S 16:15), yang artinya: " Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu"(Q. S 16:15). Sedangkan dalam Q. S 21:31 : "Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka". Gunung adalah penyalur pembuangan tenaga panas bumi yang sangat berbahaya, sehingga dengan adanya gunung-gunung bumi menjadi aman dan tidak goncang oleh tenaga dalam perut bumi.
  • Bumi diciptakan dalam 7 lapisan, yaitu berlapis tujuh bersama udara yang merupakan syarat bagi keamanan bumi dan kehidupan makhluk biologis maupun botanis. Lapisan tersebut adalah lapisan bumi bagian inti dalam, lapisan bumi bagian inti luar, lapisan kulit bumi bagian dalam, lapisan kulit bumi bagian luar (kerak), lapisan udara troposfer, lapisan udara stratosfer, dan lapisan udara ionosfer. Dlam Al Qur'an disebutkan "...Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi"(Q.S 65:12)
  • Ayat tentang beredarnya bintang untuk keseimbangan alam semesta. " Demi itu bintang-bintang yang beredar dengan cepat dan teratur. Demi itu bintang-bintang yang giat berputar. Demi itu bintang-bintang yang beredar dengan lancar. Demi itu bintang-bintang yang meluncur berlomba-lomba satu sama lain. Demi itu bintang-bintang yang beredar guna menertibkan jalannya alam semsesta" (Q.S 79:1-5)
  • Ayat tentang peredaran matahari dan bulan untuk perhitungan waktu, "Dialah manjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu), Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui."(Q.S 10:5)
  • Ayat tentang terjadinya hujan, " Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya atau hujan: hingga apabila angin itu telah membawa mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itu pula kami bangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran"(Q.S 7:57)
  • Ayat tentang hujan berasal dari awan, "Demi langit yang mengandung hujan" (Q.S 86:11)


Posisi AIK dalam sistem penurunan ilmu
Berbicara tentang ilmu maka tidak lepas dari akal atau ber pikir. Dalam Al Qur’an terdapat ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat yang menyinggung tentang ilmu pengetahuan dan fenomena alam. Pada dasarnya ayat Kauniyah mengandung dorongan pada manusia untuk memperhatikan dan memikirkan alam sekitarnya. Dengan memperhatikan dan memikirkan kehjiadian yang terjadi di alam sekitar, manusia akan mengambil kesimpulan bahwa zat Maha Pencipta dan Penggerak alam semesta. Dengan demikian dapat mempertebal iman dsan taqwa pada Allah.

Islam adalah agama yang memiliki konsep yang saat ini dianggap modern yakni pendidikan seumur hidup, dimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadist yang artinya, " Carilah ilmu dari semasa di ayunan sampai masuk liang lahat". Dengan konsep ini diharapkan manusia selalu berusaha menuntut ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan di dunia dan bekal di akhirat. Bahkan Allah menyamakan orang yang menuntut ilmu dengan fisabilillah. Dalam hal ini, ilmu yang harus dipelajari bukan saja ilmu agama, namun juga ilmu keduniawian. Hal ini ditegaskan dari hadist yang artinya, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina". Hal ini dikarenakan Negeri Cina dianggap mempunyai kebudayaan yang lebih maju.

Namun demikian, pemakaian akal di dalam Islam memang tidak diberikan kebebasan secara mutlaq. Sehingga, pemikir Islam dapat melanggar garis-garis yang ditentukan oleh Al Qur’an dan as Sunnah, tetapi juga tidak diikat secara ketat, yang dapat menyebabkan para pemikir tidak dapat berkembang. pemikiran dalam Islam hanya dibatasi oleh teks yang absolute benar yang datangnya dari Allah dan jelas lagi absolute artinya. Kedua hal ini yang membuat pemikiran manusia berkembang dalam Islam dan dalam perkembangannya tidak keluar dari ajaran Islam


Pentingnya (urgensi) mempelajari mata kuliah AIK
Setelah mempelajari AIK diharapkan dapat menjadi seseorang yang intelek dan agamis. Dalam artian seseorang tidak hanya pandai dalam bidang ilmu yang ia pelajari tapi juga memahami dalam hal keagamaan. Melalui AIK mahasiswa dapat mendapatkan ilmu tentang agama dan tentang kemuhammadiyahan, yakni tentang keorganisasian Muhammadiyah. Setelah tahu tentang organisasi ini diharapkan dapat menjadi generasi muda yang dapat menghidupkan organisasi Muhammadiyah ini, dengan selalu berpegang teguh pada Al Quran dan As Sunnah dalam setiap berlaku dan bertindak. Dengan lebih mengetahui pengetahuan tentang Islam diharapkan menjadi manusia yang lebih bertaqwa, sehingga dapat menjalankan fungsinya di muka bumi ini.