Minggu, 28 Juni 2009

PCM BANYUURIP

SEJARAH PCM BANYUURIP
Berdasarkan notulen PCM ini berdiri pada 15 Juli 2000. Berangkat dari keprihatinan warga Muhammadiyah bahwa peran dawah Islam kurang maksimal. Berdirinya PCM ini bersama dengan berdirinya Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah yang diberi nama PAYM Danukusumo, karena lahan yang ditempati adalah tanah wakaf dari Bapak Danukusumo. Berdirinya PCM ini bersamaan dengan PAYM karena ingin mempunyai suatu bentuk amal usaha yang mempunyai peran bagi masyarakat.
MODEL DAKWAH
PCM Banyuurip ini membawahi 6 PRM, yaitu
  1. PRM Banyu Urip
  2. PRM Boro Kulon
  3. PRM Candisari
  4. PRM Kledung Kradenan
  5. PRM Kledung Karangdalem
  6. PRM Wangunrejo

Dalam menyebarkan dakwah Islam, PCM ini menggunakan metode, yaitu

Metode Terstruktur, metode ini dilakukan dengan mengadakan pengajian rutin yang diadakan setiap Ahad pagi di lingkungan Masjid Khusnul Khotimah, pertemuan rutin yang diadakan setiap satu bulan sekali, dan kegiatan yang bersifat insidantal, misalnya pengajian akbar, peringatan hari besar agama Islam, Sholat Idul Adha dan Idul Fitri.

Metode Tidak terstruktur (pendekatan informal), metode ini dilakukan dengan terlibat aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di daerah sekitar dan pemerintahan kota. Selain itu dengan pendekatan kultural, yakni anak PAYM sebagai duta Islam dalam mengisi acara-acara yang dilaksanakan di lingkungan sekitar, misalnya dalam peringatan HUT RI.

PERIODESASI KEPEMIMPINAN

Sampai saat ini baru ada dua periode kepemimpinan, yang masing-masing periode menjabat selama 3 tahun sesuai dengan periodesasi Muktamar Muhammadiyah. Proses rekrutmen pengurus delaksanakan dengan mengumpulkan 6 pengurus ranting untuk mencapai musyawarah mufakat . Sejauh ini belum sampai dilakukan pemungutan suara terbanyak (voting). Periode I: Ketuanya adalah Bapak Budi Hartono dan periode II: Ketuanya adalah Bapak Agil Soedrajat.

AMAL USAHA MUHAMMADIYAH DI PCM

  1. TK 'Aisyiyah I Banyuurip di Wangunrejo
  2. PAYM Danukusumo di Kledungkradenan
  3. LAZIS PCM Banyuurip
  4. Amal usaha ekonomi produktif (UEP) PAYM Danukusumo berupa: persewaan gedung, jasa catering, konveksi sablon, penyewaan sound system, dan LM3 jual beli gabah atau beras
  5. Play group dan TK 'Aisyiyah I Banyurip di Desa Banyuurip

KEKUATAN DAKWAH MUHAMMADIYAH PCM
Faktor pendukung yaitu

  1. Personalia dari pengurus PCM setempat.
  2. Dukungan donatur, misal Suparto Danukusumo yang mewakafkan tanah untuk PAYM dan PCM dan Drs. H. Sodri yang mewakafkan gedung serbaguna.
  3. Dukungan dari masyarakat sekitar yang umumnya berpendidikan tinggi dan strata ekonominya menengah ke atas. Jadi, dalam penyebaran dakwah mudah diterima.

KENDALA YANG DIHADAPI

Secara umum, belum menghadapi permasalahan yang berarti dalam proses dakwah. Namun, dengan adanya koreksi diri bahwa proses dakwah belum berhasil secara maksimal jika mengacu pada : mencerahkan aqidah sesuai tuntunan Al Quran dan As Sunnah. Karena masyarakat masih sedikit yang mengamalkan Islam secara kaffah dan maraknya TBC.

TARGET PENCAPAIAN

Target yang ingin dicapai adalah mendorong agar ranting yang ada bertambah eksis dalam menyebarkan dakwah Muhammadiyah.

LEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Islam dalam sejarah mengambil bentuk negara, sehingga pasti mempunyai lembaga kemasyarakatan seperti pemerintahan, hukum, pendidikan, pertahanan, dll.

Masyarakat Islam pada mulanya tersusun atas orang-orang Arab saja, tetapi dengan tersiarnya Islam ke luar Arabia, orang-orang bukan Arab masuk Islam dengan menggabungkan diri dengan salah satu sukubangsa Arab, disebut Mawali. Kaum Mawali dalam prakteknya mempunyai kedudukan lebih rendah dari orang Arab. Orang-orang Arab, sebagai bangsa yang berkuasa di waktu itu, dianggap oleh masyarakat lebih tinggi. Karena mempunyai kedudukan lebih tinggi, agama dan kebudayaan Arab Islam dipandang lebih tinggi pula. Tidak mengherankan kalau bangsa-bangsa yang berada di bawah kekuasaan Islam di waktu itu banyak berusaha untuk meniru orang Arab dalam bahasa, pakaian dan adat istiadat. Bahkan banyak pula yang meninggalkan agama aslinya dan masuk Islam.

Kedudukan Mawali yang lebih rendah itu di Persia pada akhirnya membawa kepada gerakan syu'ubiah, suatu gerakan yang dekat menyerupai gerakan nasionalisme dalam arti modern. Dengan gerakan syu'ubiah itu, orang-orang Persia ingin menonjolkan kebudayaan lama mereka kembali dan membuatnya mempunyai kedudukan yang sederajat dengan kebudayaan Arab dalam masyarakat Islam yang ada di waktu itu. Sebagaimana dilihat dalam sejarah, bangsa Persia berhasil dalam usaha mereka itu. Bahasa dan kebudayaan Persia menjadi bahasa dan kebudayaan yang diakui dalam Islam.

Di samping orang-orang Islam, baik Arab maupun bukan Arab, terdapat pula orang-orang bukan Islam yang memeluk agama-agama lain, terutama agama Kristen dan Yahudi. Orang-orang ini disebut ahl al-zimmah. Mereka adalah pemeluk agama-agama lain yang memilih tetap tinggal di bawah naungan Islam dengan membayar jizyah yang dapat diartikan pajak naungan.

Adapun daerahnya karena begitu luas dibagi kedalam beberapa propinsi. Di zaman Bani Umayyah dan Bani Abbas umpamanya, terdapat propinsi-propinsi berikut : Hejaz, Suria, Irak, Persia, Mesir, Afrika, Arabia Selatan, Armenia dan India. Andalusia (Spanyol Islam) di zaman Bani Abbas merupakan negara Islam yang berdiri sendiri. Di zaman kejayaan Bani Usman (Kerajaan Ottoman) jumlah propinsibertambah banyak dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam ke benua Eropa, antara lain : Rumelia (daerah yang terletak di Selatan Sungai Danub), Hongaria Barat, Hongaria Timur dan sekitarnya, Anatolia, Trebizond (daerah di Selatan Laut Hitam), Van (Armenia dan Kurdistan), Suria, Palestina, Mesir, Hejaz, Yaman serta Aden, Al- Jazair, Irak dan lain-lain.

Dalam menjalankan tugas pemerintahan, Khalifah dibantu oleh seorang wazir yang menjadi pembantu utama, penasehat dan tangan kanannya. Di bawah wazir terdapat beberapa diwan (departemen) umpamanya Diwan Al-Kharaj, Departemen Pajak Tanah, Bait Al-Mal / Departemen Keuangan, Diwan Al-Jaisy (Departemen Pertahanan) dan lain sebagainya. Tiap Diwan dipimpin oleh seorang kepala. Rapat para Kepala Diwan diketuai oleh Wazir. Dengan demikian Wazir pada hakikatnya mempunyai kedudukan Perdana Menteri.

Ada kalanya Wazir mempunyai kekuasaan penuh, yaitu diketika seorang Khalifah kurang mementingkan soal-soal pemerintahan: Dalam keadaan demikian Wazir dapat berbuat sekehendaknya dan dapat menjatuhkan dan mengangkat gubernur-gubernur daerah yang berkedudukan tinggi dan penting itu menurut kemauannya. Dalam sejarah terdapat wazir-wazir penting dan kuat, seperti wazir-wazir keturunan keluarga Baramikah di zaman kejayaan Bani Abbas.

Di samping Wazir terkadang terdapat pula Hajib (Kepala Rumah Tangga Istana). Hajib yang kuat dapat mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan Wazir.

Di ketika menurunnya prestise dan kekuasaan Khalifah di zaman Bani Abbas, pembesar yang berkuasa di pemerintahan pusat bukan lagi Wazir atau Hajib, tetapi Amir Al-Umara' (Kepala Panglima) atau Sultan. Sebagai telah disebut, Khalifah Al-Mu'tasim mendirikan Tentara Pengawal yang terdiri dari orang-orang Turki. Pada akhirnya Tentara Pengawal ini begitu berkuasa di Bagdad sehingga mereka dapat menjatuhkan dan mengangkat Khalifah sekehendak mereka. Di zaman Khalifah AI-Muqtadir (908 - 932 M) Panglima Tentara Pengawal itu diberi gelar baru, 'Amir Al-Umara', dan Amir AlUmara' inilah sebenarnya yang memegang kekuasaan di pusat pemerintahan.

Setelah Bagdad jatuh ke tangan kekuasaan Dinasti Buwaihi dan Tentara Pengawal Turki lari di tahun 945 M, kekuasaan Amir Al- Umara' dipegang oleh Raja-raja Buwaihi. Seratus tahun kemudian kekuasaan itu dirampas oleh kaum Saljuk. Gelar Amir Al-Umara' mereka robah menjadi Sultan dan yang berkuasa penuh di pemerintahan pusat adalah Sultan ini.

Kepala Daerah pada mulanya diberi nama ‘Amil, dan kemudian lebih dikenal dengan nama Amir. 'Amil lebih banyak mempunyai tugas mengumpulkan zakat, sedangkan Amir adalah panglima. Selanjutnya juga dipakai kata Wali dan Hakim. Di tangan Kepala Daerah-lah terletak pemerintahan daerah dan karena komunikasi dengan ibu kota sulit, para Kepala Daerah mempunyai kekuasaan otonom yang bukan kecil, terlebih-lebih di daerah-daerah yang jauh dari ibu kota, yang pada mulanya adalah Damaskus dan kemudian Bagdad. Dalam hubungan dengan pusat pemerintahan, tugas mereka yang terpenting adalah mengumpulkan zakat dan pajak untuk dikirimkan kepada Khalifah.

Dalam prinsipnya, Kepala Daerah diangkat atas putusan Khalifah, tetapi dengan berkurangnya kekuasaan Khalifah dan timbulnya Dinastidinasti, pada mulanya di daerah-daerah yang jauh, tetapi kemudian juga di daerah-daerah yang dekat dengan Pusat, jabatan Kepala Daerah mempunyai sifat turun-temurun. Khalifah hanya memberikan pengakuan formil kepada mereka. Di antaranya ada yang tetap memakai titel Amir, tetapi ada pula yang mempergunakan gelar Sultan (seperti Dinasti Salahuddin dan Mamluk) dan Amir Al-Muslimin (seperti Dinasti Al-Murabit) di Afrika Utara.

Keuangan negara bersumber terutama pada kharaj, pajak yang dipungut atas tanah. Kharaj dikumpulkan oleh Kepala Daerah dan setelah memotong perbelanjaan yang diperlukan oleh daerahnya, sisanya dikirim ke pusat. Begitu pentingnya pajak ini sehingga di pemerintahan pusat terdapat suatu departemen khusus untuk mengurusnya, yaitu. Diwan Al-Kharaj. Di samping kharaj adalagi zakat yang dibayar oleh warga negara yang beragama Islam, dan jizyah yang dipungut dari warga negara bukan Nam. Sumbersumber keuangan lainnya ialah dagang transit, bea import atas barang-barang yang dimasukkan melalui pelabuhan-pelabuhan seperti Suez, Alexandria dan Jeddah, pajak atas barang-barang mewah, pajak atas mas serta perak dan pajak pertambangan.

Semua penghasilan itu dikumpulkan di Bait Al-Mal. Di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid (786 - 809 M) pendapatan negara berjumlah 500 juta dirham (mata uang perak berharga kira-kira Rp.100,-) setahun. Bait Al-Mal terbagi dua, Bait Al-Mal Al-'Am dan Bait Al-Mal AI-Khas. Yang tersebut akhir ini dikhususkan untuk pengeluaran-pengeluaran yang dilaksanakan Khalifah dan yang pertama untuk pengeluaran-pengeluaran lainnya. Keduanya dikepalai oleh satu orang.

Penerimaan dan pengeluaran negara dikontrol oleh suatu departemen khusus yang diberi nama Diwan Al-Nafaqat atau Diwan Al-Azimmah .

Hubungan antara pusat dengan daerah dan sebalikuya dilakukan dengan pos (al-barid - ). Sistem pos ini dimulai oleh Mu'awiah dan berkembang di masa Bani Abbas, sehingga merupakan satu departemen yang diberi nama Diwan Al-Barid. Kepala Departemen ini disebut Sahib Al-Barid Berlainan dengan pos modern, Al-Barid pada umumnya mengurus korespondensi negara dan hanya sedikit mengurus korospondensi rakyat. Markas besar Al-Barid terdapat di Bagdad dan tiap ibu kota mempunyai pusat posnya sendiri. Alat yang dipakai untuk pengangkutan adalah kuda, onta dan keledai. Untuk pengiriman sutat-surat dipakai juga burung dara. Al- Barid juga dipergunakan untuk mengangkut pasukan ke tempat yang mereka tuju dan pejabat-pejabat yang baru diangkat ke tempat kedudukannya.

Di Markas Besar Al-Barid di Bagdad terdapat keterangan lengkap mengenai jaringan pos yang ada di seluruh daerah negara. Dalam jaringan itu Bagdad dihubungkan sampai ke perbatasan Cina. Buku keterangan itu mencakup penjelasan bukan hanya tentang stasion-stasion, tetapi juga tentang daerah-daerah yang dilalui.

Sahib Al-Barid, di samping tugas mengurus pos negara, juga mempunyai tugas mengepalai urusan intelijen. Kepala-kepala pos daerah menyampaikan kepadanya berita-berita rahasia – mengenai keadaan daerah, tingkah laku Kepala Daerah dan lain sebagainya. Dari berita-berita yang diterimanya ia membuat laporan untuk disampaikan kepada Khalifah. Oleh karena itu nama lengkap dari Kepala Departemen Pos ini ialah Sahib Al-Barid wa Al-Akhbar Kepala Pos dan Intelijen.

Sesuai dengan kedudukannya sebagai pengganti Nabi dalam mengurus soal duniawi umat, Khalifah bukan hanya merupakan Kepala Negara, tetapi juga Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dalam fungsinya ini ia disebut Amir A1-Mu'minin. Jabatan-jabatan yang terdapat dalam Angkatan Darat ialah Amir (Jenderal), mengepalai unit yang berjumlah sepuluh ribu orang qa'id mengepalai seratus, khalifah mengepalai lima puluh dan 'arif memimpin sepuluh prajurit.

Mereka terbagi dalam dua golongan besar, tentara tetap (murtaziqah) yang mendapat gaji tetap dan tentara tidak tetap (mutatawwi'ah) yang mendapat pembayaran hanya selama ikut berperang. Inti tentara tetap biasanya terdiri dari Tentara Pengawal Khalifah. Untuk pertempuran dikumpalkan puluhan ribu prajurit. Dikhabarkan bahwa dalam pertempuran antara kekuatan Bani Umayyah dan Bani Abbas yang tersebut akhir ini mempergunakan duapuluh ribu dan Bani Umayyah lebih dari seratus ribu orang.

Tentara tersusun dari harbiah (infantri), ramiah (pemanah) dan fursan (kavaleri), Senjata yang dipakai ialah pedang beserta perisai, tombak, panah, ali-ali (catapults), mangonel (pelempar batu), dabbabah (alat serangan terhadap kota yang dibentengi tembok) dan kemudian juga senjata api. Untuk menjaga diri dari panah api, para pelempar memakai pakaian tahan api.

Dalam rombongan tentara terdapat pula insinyur, dokter, qadi atau hakim untuk mengurus soal pembagian harta perang, penunjuk jalan (raid) untuk mengurus soal perkemahan, penterjemah dan juru tulis.

Di samping Angkatan Darat, Kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau juga mempunyai Angkatan Laut. Dalam serangan-serangan ke daratan Eropa Khalifah-khalifah memakai kapal-kapal yang berjumlah ratusan. Disebut bahwa Mu'awiah, mengirim lebih dari dua ratus kapal dalam serangan-serangannya terhadap Kerajaan Bizantium dipertengahan abad ke tujuh Masehi. Dalam serangan terhadap Konstantinopel di abad kedelapan, Angkatan Laut Khalifah terdiri atas 1800 kapal. Dinasti-dinasti lainnya juga mementingkan soal armada dengan membuat kapal-kapal perang di kota-kota pelabuhan seperti Alexandria dan Dimyat di Mesir. Sultan Salahuddin, malahan mempunyai satu departemen yang khusus mengurus soal pembiayaan dan pemeliharaan kapal-kapal perangnya. Kerajaan Usmani, yang daerah kekuasaannya meluas sampai ke Eropa, disegani bukan hanya karena Angkatan Daratnya tetapi juga karena Angkatan Lautnya. Kapal-kapal perang Sultan Sulayman (1520 - 1566) melayari perairan Lautan Tengah, Lautan Merah dan Lautan India. Salah satu Panglima Angkatan Laut Kerajaan Usmani yang terkenal ialah Khairuddin Pasya yang di Eropa dikenal dengan nama Barbarosa. Aljazair merupakan markas besarnya dalam serangan-serangan terliadap India dan Spanyol di abad ke enambelas.

Pendidikan dalam sejarah Islam pada mulanya diberikan di mesjid, tetapi kemudian di sekolah-sekolah yang disebut kuttab atau madrasah. Ini merupakan sekolah dasar di mana anak-anak diberi pelajaran membaca serta menghafal Al-Qur-an, riwayat hidup Nabi Muhammad, nahwu, sharaf, berhitung dan menulis. Kalau sekolah serupa ini adalah untuk orang umum, Khalifah dan orang-orang kaya menggaji guru untuk memberi pelajaran pada anak mereka di istana atau di rumah.

Pelajaran tingkat lebih tinggi diberikan di madrasah. Salah satu madrasah yang terkenal dalam Islam ialah Madrasah Al-Nizamiah yang didirikan oleh Nizam Al-Mulk, Perdana Menteri dari Sultan Sultan Saljuk Alp Arselan dan Nialiksyah, di tahun 1065 M di Bagdad. Kemudian madrasah-madrasah serupa didirikan di kota-kota lain di Suria, Persia dan Irak sendiri. Di antara mata pelajaran-mata pelajaran yang diberikan di madrasah-madrasah ini adalah teologi, hukum Islam, falsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam yaitu di samping tafsir, hadis, sejarah Islam dan sebagainya. Mazhab yang diajarkan di sana adalah mazhab Syafi'i dan aliran teologinya adalah aliran Asy'ariah.

Di antara Mahagurunya terdapat Imam Al-Haramain dan Al- Ghazali. Imam Al-Haramain mengajar di Nisyapur (Persia) dan Al- Ghazali mengajar di Bagdad. Dosen disebut mudarris dibantu oleh seorang asisten, mu'id yang tugasnya ialah membantu mahasiswa yang lemah daya tangkapnya dalam memahami kuliah yang diberikan dosen.

Di samping madrasah-madrasah AI-Nizamiah terdapat lagi madrasah Al-Mustansirih yang didirikan Khalifah Al-Mustansir di tahun 1234 M. Madrasah ini, di samping perpustakaan, juga mempunyai rumah sakit.

Pendidikan tinggi dibentuk juga di lembaga-lembaga lain seperti Bait Al-Hikmah yang didirikan Khalifah Al-Makmun di tahun 830 M di Bagdad dan Dar Al-Hikmah yang dibangun oleh Khalifah Fatimiah Al-Hakim di Cairo di tahun 1005 M. Di Dar Al-Hikmah diajarkan aliran Syi'ah. Di Coruova Abd Al-Ra.hman III mendirikan Universitas Cordova yang dikunjungi mahasiswa Islam dan Kristen, bukan Kristen dari Spanyol saja tetapi juga dari daerah-daerah lain di Eropa. Untuk menampung Universitas itu Mesjid Besar Cordova diperbesar. Di tahun 972 M Mesjid Al-Azhar didirikan oleh Panglima Fatimi Jawhar Al- Saqilli di Cairo yang beberapa tahun kemudian dijadikan Universitas oleh Khalifah Al-Aziz (975 - 996 M). Sebagai diketahui sampai sekarang Al-Azhar masih ada dan altan merayakan ulang tahunnya yang keseribu dalam waktu dekat.

Pendidikan non-formil untuk dewasa diberikan di mesjid. Mesjid pada umumnya juga merupakan tempat kuliah di mana alim ulama mengajarkan tafsir, hadis, bahkan juga bahasa dan sastra Arab.

Selain dari madrasah dan mesjid, perpustakaan juga merupakan tempat mencari ilmu-pengetahuan. Perpustakaan-perpustakaan didirikan oleh orang-orang kaya. Di dalamnya terkandung bukan hanya buku-buku mengenai pengetahuan agama, tetapi juga pengetahuan nonagama seperti falsafat, logika, astronomi, matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan lain. Khalifah dan Sultan biasanya mempunyaiperpustakaan khusus. Selanjutnya di mesjid-mesjid besar terdapat juga perpustakaan-perpustakaan. Perpustakaan-perpustakaan ini dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mencari dan menambah pengetahuan, terutama kaum ulama dan filosof. Perpustakaan-perpustakaan dipergunakan juga sebagai tempat diskusi.

Hukum yang dipakai dalam mengatur masyarakat di zaman Kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau bukan hanya hukum fikih, tetapi juga hukum sebagai diputuskan oleh Khalifah atau Sultan. Hukum ini kemudian diberi nama iradah saniyah. Adapula hukum yang dibuat oleh rapat Menteri dengan persetujuan Khalifah atau Sultan dan ini disebut qanun.

Qanun mengurus soala-soal administrasi negara dan soal-soal yang mempunyai corak politik seperti pemberontakan, soal pemalsuanuang, pelanggaran hukum, dan sebagainya. Hukum dalam bentuk putusan Khalifah mengurus pertikaian-pertikaian yang biasa timbul setiap hari.

Qanun berkembang di zaman Kerajaan Usmani, terutama di bawah Sulayman I, sehingga ia terkenal dengan nama Sulayman Al- Qanuni.

Di zaman Nabi Muhammad kekuasaan legislatif, exekutif dan judikatif terkumpul di tangan beliau. Beliaulah yang menentukan hukum, beliaulah yang menjalankan pemerintahan dan beliau pula lah yang melaksanakan hukum. Khalifah sebagai pengganti beliau, bertugas selain dari menjalankan pemerintahan, juga melaksanakan hukum. Pada mulanya Khalifah sendiri yang memutuskan perkara-perkara yang timbul dalam masyarakat. Orang-orang yang mempunyai perkara langsung pergi kepada Khalifah untuk mendapat penyelesaian.

Tetapi kemudian soal pelaksanaan hukum ini diserahkan kepada wakil-wakil Khalifah. Pelaksanaan hukum Syari'ah diserahkan kepada qadi dan pelaksanaan non-Syari'ah, seperti qanun kepada sahid alsyurtah atau hajib.

Pada mulanya qadi terdapat hanya di kota-kota besar, tetapi kemudian juga di kota-kota kecil. Bahkan di suatu kota terdapat beberapa qadi. Sebagai kepala mereka diangkat qadi al-qudah. Selanjutnya terdapat lagi apa yang disebut qadi alyund atau qadi al- 'askar yang mempunyai tugas menyelesaikan perkara-perkara di lapangan militer. Di samping qadi, qadi al-qudah dan qadi al-'askar, ada lagi nazir al-mazalim. Tugasnya sebagaimana dapat dilihat dari namanya ialah menyelesaikan soal-soal perlakuan tidak adil atau penganiayaan yang dijalankan oleh pejabat pemerintah terhadap rakyat, umpamanya pajak terlalu tinggi, pensitaan harta dengan tidak sah dan sebagainya. Nazir al-mazalim mempunyai kekuasaan yang lebih luas dari qadi, dan yang bertindak sebagai nazir al-mazalim terkadang ialah wasir sendiri, terkadang pegawai tinggi lainnya dan terkadang tugas itu diserahkan kepada seorang yang diangkat khusus untuk itu.

Dalam penyelesaian perkara-perkara, kalau yang menyelesaikannya ialah Khalifah. Sultan atau Wazir sendiri, maka untuk itu diadakan hari tertentu setiap minggu di Istana; dan kalau yang menyelesaikannya ialah qadi atau nazir mazalim, maka sidang diadakan tiap hari. Sidangnya biasanya mengambil tempat dimesjid.

Untuk menjaga keamanan dalam kota dan sebagainya diadakan lembaga kepolisian yang disebut syurtah. Kepalanya adalah sahib alsyurtah dan terkadang disebut juga sahib al-mu'unah atau wali. Tugasnya ialah mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan kriminil, memeriksa pelanggaran-pelanggaran hukum dan menghukum orang yang bersalah. Hukum yang dipakainya dalam hal ini ialah hukum adat setempat.

Berlainan dengan qadi, sahib al-syurtah mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan di luar tempat sidang, umpamanya untuk memeriksa kejahatan kriminil yang betul-betul terjadi atau yang dilaporkan terjadi ataupun untuk memperoleh pengakuan dari tertuduh. Sahib al-syurtah dapat bertindak hanya atas pengaduan dari yang berkepentingan seperti pengaduan tentang pencurian perampasan, penipuan, perzinahan dan sebagainya.

Di samping sahib al-syurtah terdapat seorang muhtasib yang bertugas mengurus soal-soal pelanggaran hukum, yang bersifat lebih ringan dan pelanggaran ajaran-ajaran moral. Yang termasuk dalam bidang tugasnya adalah pelanggaranpelanggaran mengenai timbangan dan ukuran, penipuan dalam penjualan, penolakan pembayaran hutang, soal riba, pelanggaran tentang minuman keras, permainan judi dan sebagainya. Dalam tugasnya termasuk juga soal pelaksanaan ibadat, seperti pengadaan shalat Jum'at, orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadan, janda yang tidak memperdulikan waktu iddahnya dan sebagainya. Juga termasuk dalam kekuasaannya soal kekejaman terhadap pembantu rumah, dan binatang piaraan seperti kuda yang kurang diberi makan tetapi diberi beban yang terlalu berat.

Di samping jabatan jabatan tersebut di atas masih ada lagi satu jabatan yang diberi nama mufti. Ahli-ahli hukum Islam selalu mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dari masyarakat. Jawaban yang diberikan ahli hukum itu disebut fatwa dan yang memberi jawaban itu sendiri disebut mufti. Ada mufti yang diangkat Khalifah atau Sultan dan dengan demikian timbullah jabatan mufti yang resmi dalam negara. Fatwa yang diberikan mufti inilah yang menjadi pegangan negara. Dalam sistem pemerintahan Kerajaan Usmani mufti resmi itu diberi gelar Syaikh Al-Islam. Kalau Syaikh Al-Islam mewakili Khalifah atau Sultan dalam melaksanakan wewenang agamawinya, Sadr Al-A'zam. Perdana Menteri, mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang duniawinya.

Lembaga yang erat hubungannya dengan urusan sosial dalam Islam adalah wakaf. Wakaf mengandung arti penyerahan harta, biasanya dalam bentuk tanah, gedong, rumah dan sebagainya, oleh pemiliknya untuk keperluan-keperluan sosial seperti pembinaan dan pemeliharaan madrasah, rumah sakit, jembatan, asrama, persediaan air untuk umum dan sebagainya. Harta yang diwakafkan diurus oleh orang atau yayasan yang ditunjuk oleh pemberi wakaf dan penghasilan harta itulah yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan sosial tersebut di atas. Sistem wakaf ini tersebar luas di iunia Islam di masa yang lampau dan sampai sekarang masih terdapat di beberapa negara. Administrasinya kemudian diambil oleh negara untuk itu diadakan Wizarah Al-Awqaf (Kementerian Urusan Wakaf). Di Mesir Wizarah Al-Awakaf inilah yang mengurus soal-soal mesjid, pembinaan serta pemeliharaannya, termasuk dalamnya soal pengangkatan dan gaji imam, muazzin dan pegawai mesjid lainnya. Universitas Azhar memperoleh keuangannya dari sistem wakaf ini, dan harta yang diwakafkan untuk Al-Azhar sanggup memberi sumbangan keuangan ataupun bea-siswa kepada para mahasiswa yang belajar di sana, dan mengirim tenaga-tenaga pengajar ke negara-negara Islam lainnya atas tanggungan Al-Azhar sendiri.

Untuk urusan kesehatan telah disebut di atas bahwa wakaf dipergunakan dalam mendirikan dan membiayai pemeliharaan rumahrumah sakit. Dari semenjak semula dalam sejarah Islam rumah rumah sakit telah didirikan oleh berbagai Khalifah. Khalifah AlWalid (705 - 715 M) memberi perintah kepada gubernur-gubernurnya untuk mendirikan rumah-rumah sakit di daerahnya. Bagdad di bawah Harun Al-Rasyid (786 - 809 M) telah mempunyai rumah sakit dan demikian pula Cairo, yang didirikan oleh Ibn Tulun pada tahun 872 M. Nama yang dipakai untuk rumah sakit waktu itu ialah kata Persia bimaristan. Rumah-rumah sakit mempunyai bahagian pria dan wanita.

Di antara rumah-rumah sakit itu ada yang mempunyai perpustakaan sendiri dan ada pula yang memberikan kursus ilmu kedokteran. Di rumah-rumah sakit Bagdad, dokter-dokter kepala dan ahli-ahli bedah memberi kuliah kepada mahasiswa untuk kemudian diuji dan diberi ijazah. Pelajaran diberikan bukan hanya dalam bentuk teori saja tetapi juga dalam bentuk praktikum.

Al-Maristan Al-Mansuri di Cairo yang didirikan oleh Sultan Mamluk Qalawun di tahun 1284 M, mempunyai gedung sekolah kedokteran, mesjid, bagian-bagian untuk berbagai macam penyakit seperti demam panas, disenteri dan sebagainya, laboratorium, apotek, tempat mandi dan lain-lain. Penghasilan wakaf yang disediakan untuk rumah sakit itu berjumlah satu juta dirham per tahun.

Di samping rumah-rumah sakit terdapat pula klinik-klinik yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk memberi pengobatan kepada masyarakat.

Rumah-rumah sakit yang banyak terdapat di dunia Islam mempunyai pengaruhnya, melalui Perang Salib, terhadap pembentukan rumah-rumah sakit di Eropa. Ilmu kedokteran yang ada di dunia Islam pada waktu itu lebih tinggi dari ilmu pengobatan yang dilakukan di Eropa.

Minggu, 14 Juni 2009

ASPEK POLITIK




Persoalan yang pertama-tama timbul Islam menurut sejarah bukanlah tentang keyakinan tetapi persoalan politik.

Saat nabi mulai menyiarkan islam di mekah beliau belum dapat membentuk masyarakat yang kuat dan berdiri sendiri karena tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang Quraisy. Hal ini menyebabkan nabi dan sahabat meninggalkan mekah dan menuju ke Yastrib dan Nedinah.

Di madinah Nabi dan umat islam mempunyai kedudukan yang baik dan mampu berdiri sendiri. bahkan Nabi menjadi kepala Negara di Negara didaerah yang sampai akhir zaman Nabi meliputi semenajung Arabia.
Rata Penuh

SetelahNabi wafat, kepemimpinan atas Negara digantikan dengan digantikan dngan abu bakar dengan memakai gelar khalifah yang arti lafalnya pengganti (Inggris : successor). setelah abu bakar wafat, digantikan dengan Umar Bin Khattab, sebagai khalifah kedua. persoalan-persoalan politik mulai muncul pada pemerintahan khalifah ke-3 yaitu usman bin affan yang dikenal sebagai khalifah yanglemah karena tidak dapat menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh. ia mengangkati keluarganya sebagai gubernur di daerah yang tunduk dalam kekuasaan islam. sedangkan gubernur dengan diangkat oleh umar yang dikenal sebagai khalifah kuat dan tidak mementingkan keluarganya dijatuhkan oleh usman. hal ini menimbulkan sahabat usman berpaling sehingga terjadi banyak gejolak. dimesir Amr ibn al Aas dijatuhkan sebagai gubernur dan menggantikan Ibn Abi Sarh salah satu keluarga dari Usman yang menyebabkan 500 pemberontak dari Mesir ke Madinah. hal ini membawa pembunuhan usman oleh pemuka pemberontak mesir

Setelah Usman wafat maka diganti Ali bin Thalib sebagai calon terkuat namun mendapat tantangan dari Talhah dan Zubbeir yang mendapat dukungan dari Aisyah. di dalam perang Talhah dan Zubeir terbunuh dan aisyah dikirim kembali ke Mekah.

Setelah Usman wafat, Ali Ibn Abi Talib, sebagai calon terkuat, menjadi Khalifah yang ke-empat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi Khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Dalam peperangan yang terjadi Talhah dan Zubeir mati terbunuh, sedang Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.

Tantangan lain dari saudara dekat usman muawiyah, ia menuduh ali berperan dalam pembunuh usman karena salah satu pemuka Amr bin Al Aas yang licik meminta damai dengan mengangkat Al Qur’an sehingga banyak imam mendesak ali menerima tawaran dengan perantara Amr bin Aas dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa Al Asy’aru dari pihak ali.

Dalam pertemuan, keduanya bersepakat menjatuhkan ali dan mu’awiyah. namun dengan kelicikan Amr bin Al Aas, ia hanya sepakat untuk menjatuhkan Ali karena kelicikan Amr bin Al Aas Amr bersepakat menajtuhkan Ali.

Kesepakatan ini menguntungkan pihak Mu’awiyah. dan akhirnya Mu’awiyah menjadi khalifah. hal ini membuat ali tidak terima sehingga ia terbunuh pada tahun 661 M.
Keadaan ali yang menerima tipu muslihat mu’awiyah membuat sebagai tentara mengasingkan diri karena tentara Ali terlalu lemah, maka setelah menang dari kaum khawarij. tentara ali tidak dapat mengalahkan muawiyah, sehingga dengan mudah uawiyah tetap berkuasa.
Dari sejarah diatas muncul 3 golongan : golongan Ali dengan nama golongan Syrah, golongan yang keluar dari barisan ali disebut golongan khawarij dengan golongan muawiyah yang selanjutnya membentukdinasti Umayah.

Dalam pemerintah setelah nabi wafat, bentuk pemerintah mirip dengan bentuk republik, karena kepala Negara dipilih bukan secara turun temurun. keempat khalifah tersebut hanyalah sahabat nabi. abu bakar diangkat dari hasil mufakat kaum ansyar dan muhajirin umar diangkat karena ditunjuk oleh abu bakar. usman diangkat dari hasil rapat 6 sahabat.
Setelah usman meninggal, maka alilah calon terkuat. ali mendapat pengakuan umat atau bay’ah tidak sepenuh jika dibandingkan dengan ketiga khalifah lainnya karena ali mendapat beberapa keuntungan. menurut pandangan umum di zaman itu, seorang khalifah harus berasal dari Quraisy. pendapat ini didasarkan pada hadist.
pendapat kaum khawarif tentang jabatan kepala Negara :
  1. Khalifah bukan hak monopoli kaum Qurais, dan tak ada perbedaan antara Qurais dan suku lain, tak ada perbedaan arab dan tidak arab namun untuk siapapun yang sanggup.
  2. Khawarij tak setuju dengan pemerintahan yang turun temurun kerajaan.
  3. Khalifah yang melanggar ajaran agama wajib dijatuhkan.
  4. Menurut Najdah Ibn Amr umat berpendapat bahwa khalifah atau imam diperlikan jika umat menghendaki.
  5. Teori politiknya cenderung ke arah demokratis.

Pendapat kaum syi’ah tentang kekhalifahan .

  1. Yang berhak menjadi khalifah adalah Ali Ibn Abi Thalib dan turunnya karena Syi’ah mengenut sistem kerajaan karena nabi Muhammad tak punya keturunan laki-laki.
  2. Kebanyakan kaum syi’ah tidak mengakui Abu Bakar, Umar dan Usman sebagai khalifah.
  3. Nama untuk kepala negara adalah imam

Pada mulanya, kaum Syi’ah mendukung Bani Abas dan menentang Bani Umayah. Namun bani abas memonopoli kekuasaan sendiri yang akhirnya kaum Syi’ah megadakan perlawanan dengan gerakan-gerakan seperti golongan Qaramitah, Hasyisyim dll. Akhirnya gerakan ini mewujudkan khilifah syi.ah di mesir, yaitu khilafah Fatimiah mewujudkan khilafah Syi’ah di Iran sejak tahun 1502 M. Sejak tahun itu golongan Syi’ah pecah dalam beberapa golongan yang terbesar adalah Syi’ah dua belas karena memiliki dua belas imam nyata.

Imam pertama adalah Ali Ibn Abi Thalib dan yang kedua adalah Muhammad al muntazar. Pada muhammad Al Muntazar rangkaian imam berhenti karena tidak punya keturunan. Menurut cerita muhammad hilang di gua masjid Sumaria (Iraq) dan akan kembali sebagai al mahdi untuk memimpin umat. Sehingga disebut imam tersembunyi atau imam dinamis. Selama bersembunyi ia memimpin umat melalui raja yang memegang kekuasaan dan ulama-ulama mujtahid Syi’ah.

Ada juga syi’ah Islamiyah, Imam sampaike 6 sama dengan Imam Syi’ah Dua belas,namun beda untuk Imam ke tujuh karena Ismail lebuh dulu meninggal dari pada ja’far Al Sadiq. Tetapi sebagian masih mendukung Imam Ismail dan menolak pengangkatan Muza Al Kazim. Karena hanya mengakui tujuh Imam, maka Syi’ah Ismailiah juga disebut Syi’ah tujuh. Yang termasuk dalam Sy’iah tujuh adalah khalifah Fatimah di Mesir, golongan Qaramitah, Hasyasyim,Kaum Ismaili di India, Pakistan dan Iran, Kaum Duruz di Lebanon dan Syiria.

Selain itu juga ada golongan Syi’ah Zaidiah, yaitu pengikut Zaid bin Ali Zain Al Abidin. Golongan ini tidak mengakui Imam bersembunyi dan golongan ini mendirikan Kerajaan di Yaman. Selain golongan di atas, yang termasuk golongan syiah adalah:

Ada juga syi’ah Islamiyah, Imam sampaike 6 sama dengan Imam Syi’ah Dua belas,namun beda untuk Imam ke tujuh karena Ismail lebuh dulu meninggal dari pada Ja’far Al Sadiq. Tetapi sebagian masih mendukung Imam Ismail dan menolak pengangkatan Muza Al Kazim. Karena hanya mengakui tujuh Imam, maka Syi’ah Ismailiah juga disebut Syi’ah tujuh. Yang termasuk dalam Sy’iah tujuh adalah khalifah Fatimah di Mesir, golongan Qaramitah, Hasyasyim,Kaum Ismaili di India, Pakistan dan Iran, Kaum Duruz di Lebanon dan Syiria.

Selain itu juga ada golongan Syi’ah Zaidiah, yaitu pengikut Zaid bin Ali Zain Al Abidin. Golongan ini tidak mengakui Imam bersembunyi dan golongan ini mendirikan Kerajaan di Yaman. Selain golongan di atas, yang termasuk golongan syiah adalah:

1. Syi’ah Saba’iah (pengikut Ibn Saba’)
2. Syi’ah Al Ghurabiah
3. Syi’ah Kisaniah (pengikut Al Mukhtar Ibn Ubaia dan Al Tsaqafi)
4. Syi’ah Ar Rafidah

Pendapat-pendapat golongan:
1. Kaum Khawarij
Yang berhak menjadi kepala Negara adalah semua orang Islam yang pengangkatannya melalui pemilihan

2. Kaum Syi’ah
Yang berhak menjadi kepala Negara adalah ketutunan Ali secara turun temurun, karena Ali adalah Wasi Nabi Muhammad,yaitu pengganti yang kepadanya dilimpahkan sepenuh kepercayaan. Wasi sesudah Ali adalah Hasan, Husein dan seterusnya.

Menurut kaum Syi’ah Wasi hampir sama sifat dan kekuasaannya dengan nabi hanya beda dalam hal wahyu. Ada juga syi’ah Ismailiah yang bersifat ekstrim bahwa imam tidak pernah berbuat salah, slah dalam pandangan umat namun benar dalam pandangan imam, bahkan lebih ekstrim lagi ada pendapat bahwa imam patut disembah.

Menurut Syi’ah Zaidiah, Nabi tidak mengatakan bahwa penggantinya adalah Ali,namun beliau menyebutkan sifat-sifat (fakta,ilmu, kemurahan dan keberanian) ada pada diri Ali.
Dalam syi’ah Zaidiah ada dua jenis imam, imam Terbaik dan imam kedua imam Mafaul yaitu Abu Bakar, Umar dan Usman.

Menurut Syi’ah ekstrim Al Saba’iah menganggap bahwa Ali sebagai Tuhan dan tidak mati terbunuh, Ali naik langit ke tujuh. Al Ghurabiah mengatakan bahwa sebenarnya wahyu diberikan pada Ali tetapi Jibril salah dalam menganggap Muhammad sebagai Ali. Golongan ekstrim ini tidak diakui oleh golongan Sy’iah lainnya.


Menurut Al-Mawardi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah atau Imam, selain kesukuan Quraisy antara lain adalah sifat-sifat adil, berilmu, sanggup mengadakan ijtihad, sehat
mental dan fisik, berani dan tegas. Imam dipilih oleh orang-orang yang berhak untuk memilih Sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi pemilih adalah adil, mengetahui syarat-syarat yang
diperlukan untuk menjadi Khalifah, dan kesanggupan untuk menentukan dengan bijaksana siapa yang berhak untuk menjadi Kalifah waal aqad yaitu orang-orang yang dapat menentukan. Dengan mendapat bay'ah (pengakuan). Khalifah sebenarnya telah mengikat janji (kontrak) dengan umat.

Al-Ghazali, berlainan dengan kaum Khawarij, berpendapat, bahwa Khalifah tidak dapat dijatuhkan, walaupun Khalifah yang zalim. Menggulingkan Khalifah yang zalim tapi kuat, akan membawa kekacauan dan pembunuhan dalam masyarakat. Al-Ghazali mementingkan ketertiban dalam masyarakat. Khalifah dapat menyerahkan kekuasaan untuk memerintah kepada Sultan yang berkuasa.

Ibn Jama'a sama dengan Al-Ghazali, lebih mengutamakan ketertiban dalam masyarakat daripada pemerintahan yang zalim. Patuh kepada kekuasaan adalah kewajiban yang diharuskan agama. Penentuan pengganti oleh seorang Khalifah, dalam pendapat Ibn Jama'a, merupakan salah satu bentuk pemilihan