Selasa, 30 Desember 2008

HASIL DISKUSI DENGAN PRM SIDOREJO

Latar belakang berdirinya Ranting Muhammadiyah Sidorejo
Menurut cerita yang mereka dapatkan dari orang tua bahwa pertama kali ajaran Muhammadiyah masuk di Purworejo yaitu di desa Sidorejo. Perlahan tapi pasti dakwah Islam disana tetap berjalan dan juga terbentuk PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah). PRM dilantik pada tahun 1964 di rumah Bapak Ahmad Umar dengan ketua Bapak Musilun (ayah dari Bapak Mustofa Bakir).

Kiprah dakwah Muhammadiyah di sana diawali oleh kedatangan seorang Mubaligh dari desa Mlangsen. Beliau prihatin melihat keterpurukan islam di sana sehingga beliau sengaja datang dan menetap di Sidorejo. Di sana beliau mengajarkan tentang ajaran islam yang akhirnya membangun masjid yang diberi nama Masjid Mlangsen karena beliau berasal dari Mlangsen. Masjid itu menjadi sentral kegiatan keagamaan yang dipimpinnya. Beliau di sana sudah berhasil menanamkan aqidah islam kepada masyarakat. Setelah beliau wafat, disana sudah banyak kader yang siap melanjutkan perjuangannya. Seiring berjalannya waktu masyarakat sepakat untuk mengganti nama masjid dengan nama beliau yaitu Masjid Al-Jalal untuk mengenang beliau. Beliau sudah meninggalkan banyak warisan termasuk pengajian rutin dan kegiatan keagamaan yang lain. Salah satunya adalah pengajian yang terbentuk sejak tahun 1982 dan masih berjalan sampai sekarang bahkan sudah banyak pengajian yang terbentuk. Selain masjid Al-Jalal sekarang sudah banyak masjid lain yang berdiri.

Struktur organisasi Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sidorejo
Ketua 1 :Satibi
Ketua 2 :Muh Adnan
Sekretaris 1 :Hartoyo
Sekretaris 2 :Tugiran
Bendahara 1 : Muntoha
Bendahar 2 : Suwarto, S. Pd
Seksi-Seksi
Seksi Dakwah : Sarifudin
Hermawanto, S. Pd
Seksi Pendidikan : Sugiharto, B.A.
Supri Yulianto
Seksi Sosial :Kuwat
Hadi Anhari
Seksi Pemuda :Yadik Setyabudi, S. Pd
Seksi Olahraga :Parwito
Arif Sulistiyono

DAFTAR ANGKET
AKTIFITAS MUHAMMADIYAH KECAMATAN PURWOREJO TAHUN 2008
RANTING : SIDOREJO



Jumlah Penduduk : 1.824 orang
Islam : 1.555 orang
Warga Muhammadiyah (NBM) : 30 orang
Warga Muhammadiyah (belum ber NBM) : 30 orang
Simpatisan : 30 orang
Kristen : 173 orang
Lain-lain (sebutkan) Katholik : 6 orang

Jumlah Tempat Ibadah
Masjid (dikelola warga Muhammadiyah) : 3 buah
Mushola (dikelola warga Muhammadiyah) : 1 buah
Masjid (tidak dikelola Muhammadiyah) : 1 buah
Mushola (tidak dikelola warga Muhammadiyah) : 3 buah
Pondok Pesantren (Muhammadiyah) : - buah
Pondok Pesantren (bukan Muhammadiyah) : - buah
Gereja : 2 buah

Jumlah Tokoh Agama
Muhammadiyah : 3 orang
NU : 2 orang
Kristen : 4 orang
Lain-lain (sebutkan) : - orang

Keaktifan Pengajian
Mingguan : 3 kali
Tengah Bulanan : - kali
Bulanan : 2 kali
Jenis Pengajian (siraman Rohani, kajian, lain-lain sebutkan) : Peringatan PHBI
Pengajian anak-anak (sebutkan berapa kali seminggu) : 6 kali


Kekuatan dan kelemahan dakwah Muhammadiyah
Kekuatan:
  • Sebagian besar warga Desa Sidorejo adalah muslim, hal ini merupakan nilai positif yang menjadi pendukung dan kekuatan utama dalam dakwah Muhammadiyah di Desa ini.
  • Banyak kegiatan-kegiatan keagamaan dan masjid ataupun mushola yang ditangani atau dikelola langsung oleh warga Muhammadiyah.
  • Dalam kegiatan yang dikelola Muhammadiyah memiliki dana swadaya.
  • Terdapat warga desa Sidorejo yang bekerja maupun bersekolah di institusi Muhammadiyah, sehingga mereka juga mempunyai tanggungajawab dalam perkembangan Muhammadiyah.

Kelemahan:
  • Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa ajarannya berbeda dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
  • Melegendanya animisme di kalangan masyarakat desa terutama pada sesepuh desa.
  • Adanya penduduk non Islam (pada Desa Sidorejo terdapat 2 gereja. Bahkan kedua gereja sangat berdekatan dengan mushola dan masjid. Masjid At Taqwa tepat + 5 meter berada di sebelah timur Gereja Kerasulan Baru, sedangkan Mushola Al Hikmah berada di + 100 meter sebelah timur Gereja Kristen Jawa. Tetapi sudah ada kesepakatan antar kedua pihak tentang pelaksanaan ibadah. Misal pada pukul 7 malam gereja menghentikan sejenak acara Misa saat akan adzan dan ibadah sholat Isya’).
  • Tradisi masyarakat yang berbau takhayul, bid’ah dan khurafat.

Cara mengatasi kendala yang ada:
  • Dalam menghadapi anggapan masyarakat tentang berbedanya ajaran yakni dengan mengambil jalan tengah, yakni menerangkan bahwa apa yang mereka pahami tidak salah tetapi bila ada yang lebih shahih mengapa tidak kita gunakan yang lebih shahih.
  • Kendala adanya penduduk non Islam, yakni dengan adanya perjanjian antara kedua pihak agar keduanya tidak dirugikan. Sebagian besar penduduk yang non Muslim bermukim di Dusun Jambean, tetapi selama ini belum pernah terjadi benturan karena adanya perbedaan keyakinan. Bahkan setiap hari raya umat Islam, penduduk non Muslim selalu mengucapkan selamat hari raya. Misal saat Hari Raya Idul Fitri, mereka ikut berkunjung kerumah-rumah ke penduduk yang Muslim. Dan saat Natal atau tahun baru, penduduk non Muslim selalu memberikan hantaran pada penduduk Muslim. Bisa dikatakan bahwa toleransi di Dusun Jambean ini sangat tinggi.
  • Dalam mengatasi adanya tradisi nenek moyang yang masih dianut oleh sesepuh desa, maka dapat diatasi dengan menyisipkan ajaran-ajaran Islam berupa santapan rohani saat pertemuan (misal Kliwonan yang diadakan Malam Jumat Kliwon dan Wagean yang diadakan saat Jumat Wage), selain itu tradisi Tahlilan yang ada sudah diubah. tidak seperti Tahlilan pada umumnya.

Kelanjutan dakwah Muhammadiyah di Desa Sidorejo
  • Dakwah Muhammadiyah di Desa Sidorejo dilakukan dengan pendekatan-pendekatan seperti halnya yang dilakukan Wali Songo. Yakni menyisipkan ajaran Muhammadiyah pada kegiatan-kegiatan rutin yang biasanya hanya berupa kumpiulan atau pertemuan warga. Sejak dulu di Desa Sidorejo sudah ada perkumpulan yang diadakan pada malam Jum’at Kliwon yang diberi nama Kliwonan dan pada malam Jum’at Wage yang diberi nama Wagean. Pada acara ini diberikan santapan rohani. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan dakwah Muhammadiyah tidak mambawa bendera Muhammadiyah (identitas Muhammadiyah), namun yang diutamakan adalah pencapaian tujuan dakwah Muhammadiyah, yaitu menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan sesuai dengan Al Qur’an dan al Hadist.
  • Selain itu, juga adanya kaderisasi. Hal ini berarti menciptakan kader-kader baru. Hal ini terwujud dalam menciptakan imam dan khotib baru dari kalangan muda, dengan cara menjadikan kalangan muda untuk mengganti khatib atau imam utama yang tidak dapat melaksanakan tugas.


Kegiatan yang dikelola oleh warga Muhammadiyah di Desa Sidorejo
  1. Pengajian ibu-ibu hari Rabu Kliwon sore di Masjid Al Jalal.
  2. Pengajian ibu-ibu hari Jum’at Kliwon sore di Mushola .
  3. Pengajian malam Ahad Kliwon di Masjid Al Jalal, tetapi mulai tahun 2007 diganti menjadi malam Ahad Wage diikuti oleh semua warga (tetapi dominant Bapak-bapak).
  4. Pengajian Ahad Kliwon di Masjid At Taqwa, mulai tahun 2007.
  5. Pertemuan setiap malam Jum’at Kliwon untuk bapak-bapak disertai pengumpulan dana sosial dan pengajian.
  6. Pertemuan setiap malam Jum’at Wage untuk bapak-bapak disertai pengumpulan dana sosial dan pengajian
  7. Pengajian kelompok kecil:
>) Sejak tahun 1996 Masjid At Taqwa setiap malam Kamis.
>) Sejak tahun1997 Masjid Al Mutaqin setiap Pemalam Senin.
>) Mushola Al Ikhlas setiap malam Jum’at.
>) Yasinan ibu-ibu RW 4 (Dusun Jurangjero) setiap hari Kamis sore.
>)Pengajian dan pembacaan Surat Yasin pada setiap Malam Senin disertai arisan qurban.

Amal Usaha yang dikelola
  • Pertemuan setiap malam Jum’at Kliwon dan Jum’at Wage untuk bapak-bapak disertai pengumpulan dana sosial dan pengajian. Dana ini digunakan untuk penyediaan peralatan pada acara kematian, misal alat masak, keranda mayat, kain kafan dan kursi. Juga ada tabungan abadi dan arisan.
  • Pengajian dan pembacaan Surat Yasin pada setiap Malam Senin disertai arisan qurban, disertai denga penggalangan dana untuk membantu anggota yang terkena musibah.
  • Yasinan ibu-ibu RW 4 (Dusun Jurangjero) setiap hari Kamis sore, disertai dengan penggalangan dana sosial, untuk membantu anggota yang terkena musibah atau untuk membantu pengadaan sarana ibadah di mushola atau masjid.








Jumat, 19 Desember 2008

IJTIHAD

Pengertian Ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad berarti Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi Demikian dengan kata Ijtihad “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.
Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.

Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat.
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Jenis-jenis ijtihad
>)Ijma'

Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

>)Qiyas

Beberapa definisi qiyas (analogi)
  • Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
  • Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
  • Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
>)Istihsan

Beberapa definisi Istihsan
  • Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang faqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
  • Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
  • Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
  • Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
  • Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya

>)Mushalat murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

>)Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.


>)Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.

>)Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

Muhammadiyah Dan Ijtihad
Mengenai penggunaan sumber dalil, pada dasarnya ijtihad Majelis Tarjih secara mutlak adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu, kedua dalil tersebut merupakan acuan utama dalam penetapan hukum. Hal ini terbaca pada hampir setiap keputusan tarjih yang senantiasa menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dalil sebagaimana yang terbaca di dalam Himpunan Putusan Tarjih. Yang demikian memperlihatkan visi Muhammadiyah yang selama ini dikenal sebagai gerakan pemurnian dengan semboyan “kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Himpunan Putusan Tarjih yang merupakan hasil ijtihad Muhammadiyah dapat diringkas isinya sebagai berikut:
  1. Putusan tentang masalah akidah termuat dalam kitab iman dan masalah mempercayai kenabian setelah Nabi Muhammad saw.
  2. Putusan tentang masalah fiqih, termuat dalam kitab; Thaharah, Kitab Salat, Kitab Zakat, Kitab Siyam, Kitab Haji, Kitab Janazah, Kitab Waqaf, Kitab Masalah Lima yaitu: Pengertian Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, dan Pengertian Qiyas.
  3. Masalah yang berkaitan dengan bidang akhlak, tasawuf, dan lain-lain kurang banyak dijelaskan. Kecuali masalah ziarah kubur yang memuat adab ziarah, kesunahan membuka alas kaki di atas kuburan, serta peringatannya kepada wanita agar tidak terlalu banyak berziarah kubur.

Praktek ijtihad yang dilakukan oleh Majelis Tarjih selama ini dengan melalui tiga cara:
  1. Ijtihad Bayani, yaitu ijtihad terhadap nash yang mujmal, baik karena belum jelas makna lafadz yang dimaksud, maupun karena lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak, ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan konteksnya mempunyai arti mutasyabih ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arud). Dalam hal terakhir digunakan ijtihad tar­jih.
  2. Ijtihad Qiyasi, yaitu menyeberangkan hukum yang telah ada nash-nya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash karena adanya kesamaan illat.
  3. Ijtihad Istislahi, yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjuki nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya nash mengenai masalah yang ada kesamaannya. Dalam masalah yang demikian, penetapan hukum dilakukan berdasarkan illat untuk kemaslahatan.
Jadi, Muhammadiyah dalam berijtihad menggunakan istinbat hukum seperti yang tertuang di dalam Manhaj Tarjih. Dengan demikian, metode ijtihad Muhammadiyah adalah menggunakan Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Meskipun manhaj tarjih itu merupakan rumusan dari beberapa pendapat ulama ushul dan ini belum dikatakan Muhammadiyah telah menemukan rumusan ushul fiqih baru, akan tetapi manhaj telah berhasil digunakan oleh Majelis Tarjih dalam menetapkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

Ijtihad berarti pembaharuan, Ijtihad Muhammadiyah dalam konteks pembaharuan ini

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaruan Islam. Sebagai gerakan tajdid (pembaruan), Muhammadiyah mengembangkan semangat ijtihad, serta menjauhi sikap taklid. Istilah tajdid pada dasarnya bermakna pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi dan sebagainya. Tajdid mengandung pengertian bahwa kebangkitan Muhammadiyah adalah dalam usaha memperbarui pemahaman umat Islam tentang agamanya, mencerahkan hati dan pikirannya dengan jalan mengenalkan kembali ajaran Islam sesuai dengan dasar al-Qur’an dan al-Sunnah (A. Syafi’i Ma’arif, 1996).

Mengingat kemasifan penetrasi budaya global yang multifaset dan rendahnya kualitas umat, pencerahan hati, pikiran, dan tindakan dalam ber-Islam sangat penting untuk digelorakan. Sebagai gerakan tajdid, Muhammadiyah dituntut untuk selalu mampu membuat semua langkah yang ditempuhnya tetap segar, kreatif, inovatif, dan responsif mengikuti perkembangan zaman. Muhammadiyah diharapkan dapat selalu berdiri di hadapan sejarah, dalam arti selalu berada di tengah-tengah perkembangan masyarakat. Dengan cara demikian, Muhammadiyah mampu melakukan interpretasi terhadap ajaran Islam secara dinamis dan kontekstual.

Al-Qur’an dan Al-Sunnah tidak akan pernah ketinggalan zaman, jika umat Islam selalu berusaha menangkap dan meresponi pesan-pesan kedua sumber Islam itu, kemudian mengontekstualisasikannya dengan perkembangan masyarakat secara antisipatif. Oleh karena itu, Muhammadiyah harus terus-menerus melakukan pembaruan. Harus selalu ada reorientasi, reevaluasi, revisi dan regenerasi terhadap apa yang sudah dan sedang dikerjakan. Muhammadiyah tidak boleh cepat merasa puas diri terhadap capaian dan prestasinya selama ini, terutama di bidang pendidikan dan amal sosial, karena setiap rasa puas diri akan membawa pada stagnasi dan dekadensi (M. Amien Rais, 1995).

Ketika bicara tentang tajdid masa kini, Amien Rais mengajukan lima paket tajdîd atau pembaruan yang saling berkaitan dan harus senantiasa dilakukan Muhammadiyah. Kelima paket tajdîd tersebut adalah: tanzhîf al-aqîdah (purifikasi akidah), tajdîd al-nizhâm (pembaruan sistem, organisasi), taktsîr al-kawâdir (kaderisasi, memperbanyak kader), tajdîd etos Muhammadiyah, dan tajdîd kepemimpinan. Mengingat fenomena jahiliyah modern yang terus bermunculan, seperti: perdukunan, ramalan yang bernuansa klenik dan tahayul, dekadensi moral, pornografi dan pornoaksi, premanisme, terorisme, trafficking (perdagangan manusia), dan sebagainya. Kelima spektrum tajdîd di atas sangat relevan dengan tuntutan masa kini. Semua persoalan tersebut hanya dapat dihadapi dan diatasi dengan menggelorakan kembali semangat bertauhid secara murni, reformasi managemen dan organisasi Muhammadiyah dengan melakukan kaderisasi dan intelektualisasi dalam skala yang lebih besar dan merata ke seluruh penjuru tanah air.

Wilayah ijtihad dan tajdid Muhammadiyah sejak awal sebenarnya selalu terfokus pada persoalan historisitas kemanusiaan yang sekaligus juga menyentuh persoalan kebangsaan dan keumatan. Masalah pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan persoalan keumatan yang kongkret dan otentik. Sikap dan aksi nyata seperti itulah yang dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah pada awal berdirinya dan terus berlangsung hingga kini. Karena etos amal kemanusiaan dan keagamaan ini perlu mendapat ruang dan respon yang lebih luas dari warga Muhammadiyah dan lainnya.

Sebagai pelopor pembaruan pemikiran Islam khususnya di Indonesia, baik yang bercorak purifikatif (pemurnian akidah-ibadah) maupun rasionalistik (bidang muamalah duniawiyah), Muhammadiyah telah menyumbangkan sesuatu yang paling mendasar, yakni sikap kritisnya terhadap status quo pemikiran keislaman saat kelahirannya maupun dalam perjalanan kehidupan bangsa. Selain itu, keunikan corak pembaruan yang dibawa Muhammadiyah adalah terletak pada sisi amaliahnya yang menekankan kesalehan sosial, seperti pembangunan lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, masjid serta sarana dakwah lainnya.





MUHAMMADIYAH

BIOGRAFI KH AHMAD DAHLAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Yogyakarta, 1 Agustus 1868–Yogyakarta, 23 Februari 1923) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Beliau dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.

Latar belakang keluarga dan pendidikan
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta

Pengalaman Organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

BERDIRINYA DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

LAMBANG MUHAMMADIYAH
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh ). Teks syahadat yang mengelilingi cahaya matahari mengacu pada dua kalimat syahadat sebagai dasar keimanan seorang muslim.
Matahari dengan duabelas sinar merupakan simbolisasi prinsip Islam sebagai agama rahmat seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Kata dalam Bahasa Arab “Muhammadiyah” yang berada di pusat matahari mengacu figur sentral dalam penegakan islam, Nabi Muhammad SAW.

MAKSUD DAN TUJUAN BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

AMAL USAHA MUHAMMADIYAH
Dalam pengembangan ekonomi, Muhammadiyah memiliki aset atau sumber daya yang bisa dijadikan modal. Aset pertama adalah sumber daya manusia, yaitu anggota Muhammadiyah itu sendiri, baik sebagai produsen, konsumen maupun distributor. Aset kedua adalah kelembagaan amal usaha yang telah didirikan, yaitu berupa sekolah, universitas, lembaga latihan, rumah sakit, dan lain-lain. Aset ketiga adalah Struktur Muhammadiyah itu sendiri sejak dari pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting.. Terdapat 7 butir program persyarikatan yang perlu direalisasikan oleh Majelis Ekonomiyaitu :
  1. Mewujudkan sistem JAMIAH (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah) sebagai revitalisasi gerakan dakwah secara menyeluruh.
  2. Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan dan keislaman, seperti etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, etika profesi dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan aktual yang terjadi dalam dunia ekonomi.
  3. Melancarkan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, meliputi pengembangan sumber daya manusia dalam aspek ekonomi, pembentukan dan pengembangan lembaga keuangan masyarakat, pengembangan bank syariah Muhammadiyah, pengembangan kewirauahaan dan usaha kecil, pengembangan koperasi dan pengembangan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang benar-benar kongkrit dan produktif, seperti KATAM, BMT, LKM dan lain-lain.
  4. Intensifikasi pusat data ekonomi dan pengusaha Muhammadiyah yang dapat mendukung pengembangan program-program ekonomi.
  5. Menggalang kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan di lingkungan Muhammadiyah.
  6. Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot project pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara mandiri maupun kerja sama dengan lembaga-lembaga luar sesuai dengan perencanaan program ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.
  7. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan ekonomi bisnis dan kewiraswastaan di bawah majelis Ekonomi dan memberlakukan Majelis Ekonomi sebagai satu-satunya yang memutuskan kebijakan di bidang ekonomi.

PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH

Sebelum Berdiri

Keadaan masyarakat Indonesia yang beragama Islam tidak luput dari keyakinan dan praktik-praktik yang telah menjadi tradisi. Hal ini terjadi karena Indonesia masih dalam proses pengislaman, pendalaman, dan penghayatan agama Islam. Masyarakat yang sudah beragama Islam masih melaksanakan ritual-ritual yang bertentangan dengan Islam, sehingga masih sangat berkembang sekali apa yang disebut bid’ah dan khurafat (percaya tanpa pedoman yang syah , dengan mengikuti kepercayaan nenek moyang.

Saat Berdiri
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapat resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Pada awal berdiri pemikiran KH Ahmad Dahlan masih sering mendapat pertentangan karena upaya pemurnian Islam tidaklah mudah ditengah pemahaman msyarakat terhadap Islam yang masih terkontaminasi oleh kepercayaan dan tradisi nenek moyang. Selain itu mendapat pertentangan dari pada pemuka agama yang menganggap bahwa Ahmad Dahlan membawa mazhab baru di luar empat mazhab yang telah ada.
Di awal berdirinya Muhammadiyah Ahmad Dahlan harus berjuang keras menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan purifikasi (pemurnian) terhadap praktek TBC (tahayul, bid’ah, dan churofat) yang menyeleweng jauh dari Al Qur’an dan Hadits.

Setelah Berdiri
Saat ini Muhammadiyah telah menjadi organisasi Islam yang besar yang bukan hanya bergerak pada bidang dakwah islam, namun juga melaksanakan amal usaha, Misalnya: seperti PKU, sekolah-sekolah Muhammadiyah, sekolah tinggi, universitas, koperasi, rumah sakit, dan sebagainya.

PERIODISASI KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH
* KH Ahmad Dahlan (1912-1922)
* KH Ibrahim (1923-1934)
* KH Hisyam (1935 – 1936)
* KH Mas Mansur (1937 – 1941)
* Ki Bagus Hadikusuma (1942 – 1953)
* Buya AR Sutan Mansur(1956)
* H.M. Yunus Anis (1959)
* KH. Ahmad Badawi (1962 – 1965)
* KH. Faqih Usman (1968)
* KH. AR Fachruddin (1971 – 1985)
* KHA. Azhar Basyir, M.A. (1990)
* Prof. Dr. H. M. Amien Rais (1995)
* Prof. Dr. H.A. Syafii Ma'arif (1998 – 2005)
* Prof. Dr. HM Din Syamsuddin (2005 – 2010)

KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
1. Muhammmadiyah dan Masyarakat
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya.
Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.

2. Muhammadiyah Politik
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

3. Muhammadiyah dan Ukhuwah
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.

4. Dasar Program Muhammadiyah
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
  • Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
  • Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat
  • Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.


IDENTITAS MUHAMMADIYAH
Tiga identitas Muhammadiyah :

1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit.

2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massif.
Tidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatan.

3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)

Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni :

a) pemurnian,

tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.

b) peningkatan, pengembangan,

Tak melenceng dari awal pemberdayaan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah.
Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan.. Modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As Sunnah shahih.